Acara Bukber Adalah Momen Terbaik Menjalin Kemesraan dan Keakraban Sesama Umat Beragama di Indonesia

OPINI | patrolinusantara.press – Arahan Presiden Joko Widodo kepada para pejabat untuk tidak menggelar acara buka puasa bersama (bukber) situasi pandemi Covid-19 menuju andemi, tidak bijak dilarang. Surat edaran Kemendagri yang ditujukan kepada Gubernur, Bupati dan Walikota di seluruh Indonesia patut ditimbang ulang sebelum diberikan, seperti diungkap Kapuspen Kemendagri, Benni Irwan kepada media, Kamis, 23 Maret 2023.

Surat edaran sebagai turunan dari Sekretaris Kabinet No. 38/ Seskab/DDK/03/2023 perihal arahan larangan buka puasa bersama untuk kalangan lembaga dan instansi pemerintah ini telah mendapat reaksi keras dari berbagai kalangan

Seperti arahan Presiden, acara bukber untuk para pejabat dan pegawai pemerintah selama bulan Ramadhan  1444 Hijriyah agar ditiadakan, lantaran pandemi Covid-19  masih dianggap menjadi momok. Sementara berbagai acara sebelum ini — perkawinan adik dan anaknya bisa dilakukan dengan nyaman. 

Alasannya masih dalam transisi pandemi menuju andemi, jelas tidak relevan. Apalagi larangan bukber ini tujukan kepada Menteri Kabinet, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri dan Kepala Badan/ Lembaga dari instansi pemerintah, setelah pesta keluarga beberapa waktu lalu dilaksanakan.

Pengurus Pusat Muhammadiyah keras menanggapi larangan arogan pemerintah melakukan acara bukber ini bagi pejabat dan ASN, sesungguhnya  tidak bermasalah jika tidak menggunakan anggaran negara, kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, Kamis, 23 Maret 2023 seperti terpublish secara meluas dalam media massa.

Larangan buka puasa bersama ini perlu dipahami dengan benar, tandas Abdul Mu’ti, jika tidak akan berdampak pada kurangnya suasana  kekeluargaan dan ukhuwah di bulan Ramadhan. Karena itu bisa dipahami dalam suasana bukber, jalinan hubungan dengan umat agama lain yang ikut dalam acara akan memberi kesan keramahan dan kemesraan tersendiri. Sebab dalam pelaksanaan bukber suatu instansi dapat mengakrabkan hubungan antar umat beragama non Muslim yang ada serta boleh ikut dalam acara tersebut. 

Yang penting, acara bukber tidak menggunakan dana haram atau anggaran dari kas pemerintah. Maka itu, acara bukber patut dilakukan dengan sederhana, guyub, akrab dan semangat persaudaraan sesama umat beragama lainnya. Sebab Islam hadir dengan konsepsi illahiyah, yaitu rahmatan lil alamin.

Jadi acara bukber dapat dilakukan dengan dana mandiri atau sokongan dari umat Islam yang ada di instansi atau lembaga pemerintah tersebut, tidak menggunakan dana haram dari instansi atau lembaga pemerintah yang bersangkutan.

Suasana Ramadhan yang penuh hikmah dan hikmat bagi kaum Muslimin sebagai kesempatan untuk berbuat lebih baik — bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga bagi umat non Muslim — adalah momentum langka, karena hanya terjadi sekali selama setahun. 

Apalagi acara bukber itu bisa dilakukan secara terbuka dengan mengundang atau melibatkan unsur masyarakat, hingga tidak bersifat eksklusif. Karena dalam acara bukber ini harus memberi  manfaat untuk mencairkan hubungan dengan banyak pihak — utamanya rakyat — yang selama ini selalu dikesankan berada di seberang sana.

Jadi kesan terhadap larangan bukber oleh pemerintah ini, jelas tidak paham makna dan hikmah dari bukber sebagai rangkaian dari ibadah puasa bagi umat Islam. Karena itu boleh jadi dalam ketidakpahaman dari makna silaturahmi yang sangat positif dari rangkaian ibadah puasa yang tidak cuma sekedar menahan nafsu keserakahan seperti korupsi yang telah melanda seluruh instansi/ lembaga pemerintahan, hubungan keakraban sesama pegawai serta dengan warga masyarakat lewat momentum bukber sangat positif dan besar manfaatnya.

Bandingkan sikap ugahari Kardinal Dr. Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo yang memberi ucapan khusus untuk menunaikan ibadah puasa kepada Prof. Dr. (HC) KH. Muhammad Habib Chirzin pada 23 Maret 2023.

Ucapan selamat menunaikan ibadah puasa dari Kardinal dikirim via surat elektronik pada 22 Maret 2023. Lalu ditimpali KH. Habib Chirzin pada 23 Maret 2023 dengan penuh riang dan kegembiraan hati.

Artinya, ketegangan antar umat beragama di Indonesia, sesungguhnya hanya terjadi pada lingkungan warga masyarakat bawah yang tidak tercerahkan dan cenderung terus diekploitasi oleh pihak-pihak yang selalu ingin menangguk di air keruh. Termasuk sikap melarang atau membatasi acara buka puasa bersama sebagai momentum terbaik untuk mencairkan hubungan mesra antar umat beragama di Indonesia, yang terkesan selalu dibuat tegang.

Jacob Ereste, Banten, 24 Maret 2023

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *