Berburu Lailatul Qadar Oleh: Anis Sholeh Ba’asyin

Berita, Edukasi14 Dilihat

patrolinusantara.press – Anis Sholeh Ba’asyin Sungguh,” Betapa dalam banyak hal kita terlanjur biasa berpikir dan bertindak instan, tak terkecuali dalam soal-soal yang menyangkut agama. Entah dari mana asal usulnya, tapi yang jelas tanpa sadar kita telah terpola untuk berpikir: bila hari ini kita mengolah tanah, besok kita sudah berharap menuai beras. Hari ini investasi, besok langsung bermimpi menangguk untung. Hari ini bikin partai, besok merasa jadi pemimpin. Dan seterusnya.

Bahkan, rasa-rasanya kita sudah sangat terdidik untuk menomor-sekiankan kualitas proses. Sehingga dalam banyak hal, sering tergoda untuk tak berbeda dengan pelajar atau mahasiswa, yang memilih begadang semalaman pontang-panting mencerna bahan pelajaran selama setengah tahun, hanya karena besoknya akan ada evaluasi belajar; ketimbang memilih menjaga kualitas belajarnya dari hari ke hari misalnya.

Gejala pelajar semacam ini tampaknya sekarang sudah menjelma jadi ritus baru bangsa ini. Orang mulai sibuk bicara tentang penanganan asap, hanya di waktu-waktu asap mulai bertebaran di udara dan mulai mengganggu nafas tetangga. Orang baru ribut soal penanganan banjir, cuma disaat-saat air bah sudah menerjang kemana-mana. Orang mulai pening soal penataan arus mudik, hanya dekat-dekat lebaran.

Setelah momentumnya berlalu, semua orang kembali lupa bahwa harus ada tindakan-tindakan yang secara konsisten dilaksanakan, bila tak ingin masalah yang sama kembali berulang. Bahkan dalam penanganan bencanapun kita bersikap sama, tampak menggebu-gebu di awal, tapi menjadi lemah tak bertenaga begitu harus berlama-lama merekonstruksi infrastruktur kehidupan para korbannya.

Dalam beragama pun tampaknya semangat kita sama sebangun. Karena itu tidak mengherankan bila kita bisa tiba-tiba saja rajin beribadah; hanya karena kita menghendaki sesuatu atau karena kita merasa sedang tertimpa musibah. Tapi, celakanya, seringkali setelah kehendak kita terwujud, atau yang kita anggap musibah tersibak; pelan-pelan tapi pasti semua ‘kerajinan ibadah’ kita yang semula menggebu ini, tiba-tiba ikut ketlingsut bersama waktu.

Mungkin inilah yang dimaksud oleh almaghfurlah KH. Abdullah Salam, seorang wali-sufi dari Kajen-Pati yang semasa hidupnya sangat dihormati kalangan nahdliyin, ketika beliau bicara soal pentingnya kesholehan. Beliau sering menekankan pentingnya ‘memilih menjadi sholeh’ untuk mencapai keselamatan.

Mestinya yang beliau rujuk adalah pengertian dasar sholeh, yaitu: sesuatu yang selalu tumbuh kembang (menjadi lebih baik). Orang sholeh adalah orang yang selalu istiqomah berorientasi menumbuh-kembangkan kebaikan. Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah berhenti mengolah dan mengelola dirinya, untuk mencapai kualitas yang lebih baik. Mereka adalah tipe orang yang selalu menanam tanpa pernah membayangkan penuaian.

Dalam konteks mengelola diri inilah, saya teringat pada ta’wil yang ditawarkan Ibn ‘Arabi pada surat Al-Qadr. Oleh Ibn ‘Arabi, lailatul qadar yang biasanya dimaknai sebagai ‘malam kemuliaan’, justru ditafsirkan sebagai ‘tubuh Muhammad’ (al-binyah al-muhammadiyyah). Pertama-tama kita harus tahu bahwa bagi Ibn ‘Arabi, seluruh wujud ini, karena kegelapannya dikiaskan sebagai malam; dan diantara seluruh ‘kegelapan malam’ wujud ini, yang paling mulia adalah Muhammad SAW.

Atau dari sisi lain, kita bisa juga mendekati tema ini seperti ini: para sufi sering memandang bahwa seluruh semesta ini tidak sadar, dan wujud sadarnya adalah manusia. Tingkat kesadaran inipun dianggap bervariasi, dan ditampakkan secara hirarkis. 

Pertama-tama oleh orang-orang beriman, lalu orang-orang suci (wali-wali), lalu nabi-nabi, rasul-rasul, lalu ulil azhmi (penghulu para rasul: Nuh alaihi salam, Ibrahim alaihi salam, Musa alaihi salam, Isa alaihi salam dan Muhammad shalallahu alaihi wassalam). Dan, dengan teori Nur Muhammadiyyah (cahaya Muhammad sebagai ciptaan pertama), para sufi menempatkan Muhammad shalallahu alaihi wassalam sebagai penghulu dari para penghulu.

 

(Hms/red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *