Memilih Pemimpin dan Wakil Rakyat Harus Jujur dan Obyektif, Karena Suara Rakyat Adalah Suara Tuhan

Oleh Jacob Ereste

Opini | patrolinusantara.press – Keteguhan sikap berdasarkan cara dan pola berpikir untuk menentukan pilihan terbaik sebagai pilihan  dalam menentukan Presiden maupun Legislatif  (Anggota DPR pada semua tingkatan) pada Pemilu 2024, sungguh akan sangat menentukan masa depan dan arah kemajuan bangsa dan negara Indonesia untuk semua segi dan bidang kehidupan.

Karena itu sikap dan kejelian menentukan pilihan — sebagai bagian dari keyakinan diri dan tanggung jawab setiap orang dalam berbangsa dan negara merupakan implementasi dari keimanan yang akan dipertanggung jawabkan juga tak hanya di dunia, tapi juga di akhirat.

Sebagai pemilih yang menentukan sosok Pemimpin Nasional dan segenap wakil rakyat yang ada di DPR (Pusat dan Daerah) tidak lebih penting dari sikap dan pilihan kita sebagai rakyat yang kelak akan menikmati kebijakan atau segenap keputusan yang mereka lakukan yang harus dan wajib diorientasikan sepenuhnya untuk kepentingan, keselamatan, kesejahteraan,dan kenyamanan serta masa depan bangsa dan negara agar lebih baik, manusiawi serta lebih beradab.

Karena itu, dalam menentukan sikap pilihan harus yang terbaik dengan membayangkan masa depan kita sebagai warga bangsa dan warga negara yang baik, jujur dan ikhlas dengan rasa penuh tanggung jawab untuk ikut menentukan masa depan bersama, tidak atas dasar kepentingan pribadi atau kelompok apapun namanya, kecuali dalam satu bingkai kebersamaan, persatuan dan ghiroh  nasionalisme kebangsaan seperti yang kita yakini dari segenap sila-sila Pancasila yang telah kita sepakati sebagai falsafah bangsa dan sebagai ideologi negara.

Cara berpikir dan bersikap untuk kemudian teguh menentukan pilihan sosok pemimpin, baik untuk tingkat nasional maupun pemimpin di daerah — termasuk wakil rakyat — tidak lagi boleh mengulang kesalahan masa lalu yang memilukan. Akibat dera dan derita kebijakan dan perlakuan mereka sebagai penentu dan pelaksana kebijakan publik yang berdampak buruh bagi kita semua sebagai rakyat yang telah terbukti suara dan usulan kita tidak banyak yang bisa diterima, bahkan lebih sedikit dari yang mau mereka lakukan.

Oleh karena itu, momentum Pemilu (Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota serta wakil rakyat) harus kita pilih dengan sikap kritis, jeli dan cermat agar tidak sampai salah. Sebab akibatnya akan kita tanggung bersama — minimal selama mereka berkuasa — dan bila salah akan terus berkelanjutan kepada rezim penguasa berikutnya lantaran telah menjadi bagian dari pola budaya cara penguasa di negeri kita.

Dalam pelaksanaan Pemilu (Presiden dan Legislatif) memang ada tiga komponen yang menentukan, yaitu penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu dan pemilih dalam Pemilu itu. Sekiranya Komisi Penyelenggara Pemilu (KPU) tidak netral dan tidak jujur dalam  pelaksanaan, maka hasilnya akan berakibat buruk bagi kita sebagai rakyat. Begitu juga bila peserta Pemilu yang ikut dalam kontestasi pemilihan itu tidak jujur dan curang, maka dampaknya pun akan dirasakan oleh kita sebagai rakyat. Artinya, dalam proses pelaksanaan Pemilu ini peran penting kita sebagai rakyat yang memberikan pilihan tidak bisa abai terhadap proses pelaksanaannya. Lantaran potensi kecurangan yang dilakukan oleh pihak penyelenggara — karena berpihak pada salah satu kandidat — maka manipulasi suara — bahkan teknis pelaksanaan Pemilu itu sangat mungkin dilakukan dengan cara menggiring atau menyudutkan kita sebagai rakyat yang berhak memberikan pilihan yang terbaik bagi diri kita atas dasar pertimbangan yang matang.

Atas dasar itulah, partisipasi aktif — jika pemilihan Presiden dan Legislatif hendak dilakukan dengan baik dan benar — maka kita semua sebagai rakyat pemberi suara harus ikut melakukan pemantauan, pengawasan serta koreksi seperlunya, karena semua itu akan menjadi legitimasi suara serta pilihan rakyat. Jika tidak, maka kita pun sebagai rakyat pasti akan ikut berdosa, karena telah ikut menggradasi  keyakinan kita sendiri bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan.

Masalah mereka selalu penyelenggara dan peserta yang culas — melakukan kecurangan atau persekongkolan jahat untuk memanipulasi suara rakyat, biarlah itu semua menjadi urusan mereka baik di dunia sekarang maupun di akhirat nantinya. Dan kita patut percaya dengan azab dan karma yang mendera atau menjadi imbalan untuk semua yang telah kita lakukan.

Nagrak, 17  Mei 2023

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *