PATI, patrolinusantara.press – Warga Dukuh Mlawat, Desa Baleadi, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, dibuat bertanya-tanya adanya sebuah Excavator yang sengaja diturunkan dari atas mobil di daerah setempat. Alat berat tersebut digunakan untuk keperluan penambangan batu yang belum jelas izinnya.
Bambang Riyanto, salah satu warga asli Kampung Dukuh Mlawat membenarkan adanya kejadian itu. Menurutnya, berawal pada hari Jumat, 25 Maret 2022 pukul 08.02 WIB mendapatkan kabar tersebut, melalui komunikasi seluler dari tetangganya.
Penasaran kabar kejadian itu, siangnya sekitar pukul 11.31 WIB mengetahui adanya salah satu warga yang lapor justru mendapat undangan musyawarah membahas persoalan tambang yang digelar di balai desa Baleadi pada esok harinya.
“Pertambangan yang jelas-jelas belum terbit izin, dan saat itu dibuatlah surat pernyataan yg dibuat oleh penambang yaitu bapak anwar,” ungkap Bambang Riyanto kepada awak media ini, Rabu (30/3/2022).
Sejumlah orang termasuk kepala desa, perangkat desa, anggota BPD dan masyarakat Dukuh Mlawat, Desa Baleadi, turut menjadi saksi diterbitkannya pernyataan tersebut. Namun, saat itu mereka tidak ada yang mau tanda tangan sebagai saksi.
“Bahkan pemilik lahan pun tidak tanda tangan,” kata Bambang, panggilan akrab Bambang Riyanto.
Ia mengatakan bahwa pemilik tanah memang mau meratakan tanahnya, akan tetapi yang bersangkutan tidak mengetahui terkait masalah perizinan. Sehingga pada akhirnya membolehkan siapa saja yang ingin meratakan tanahnya selama sesuai prosedur.
“Peluang adanya pemerataan tanah tetangganya diambil oleh bapak Anwar yang membuat surat pernyataan tersebut. Salah satu penambang (Dono) di lokasi yang sama, juga bilang tambang yang dikerjakan itu sudah memiliki izin, namun tidak boleh diberikan kepada sembarangan orang, dan izinnya dibawa Krimsus Polda Jateng dan Mabes Polri,” kata Bambang, pemuda yang kerap menggelorakan persoalan penolakan tambang di daerahnya itu.
Menurutnya, pernyataan tersebut dianggap sangat tidak masuk akal karena menyeret nama institusi Krimsus Polda Jateng dan Mabes Polri yang membawa izin pertambangan. Kata dia, justru jika menjelaskan seperti itu malah terkesan menampar muka sendiri dan bahaya sekali untuk para penambang.
“Nyatut institusi Polri, pencatutan nama institusi ini juga ada akibat hukumnya bisa mencemarkan nama baik, apa lagi ini Kepolisian Republik Indonesia,” ucap Bambang, pemuda yang juga salah satu praktisi hukum asal Pati.
Terkait permasalahan tambang di kampungnya tersebut, Bambang menjelaskan tidak adanya kesepakatan kendatipun pada malam harinya kembali diadakan musyawarah pada pukul 20.00 WIB oleh pihak desa.
“Saya turut diundang oleh kepala desa, dan musyawarah warga mengalami ketegangan karena alat tidak boleh beroperasi jika izin belum ada,” ujar Pemuda Karang Taruna Desa Baleadi itu.
Bambang tidak habis pikir jika musyawarah tersebut malah diabaikan penambang. Terbukti, pada hari Senin, tanggal 28 Maret 2022 ternyata alat beroperasi dan sudah mengambil batu di pegunungan kendeng.
“Tindakan pengerukan, pengangkutan batu gamping di pegunungan kendeng tersebut menggunakan alat berat dan terindikasi melanggar UU 3/2020 atas perubahan UU Minerba yang lama dengan penjara 5 tahun dan denda Rp 100 miliar,” tegasnya.
Terpisah, Dono selaku penambang di lokasi yang sama dengan Anwar membenarkan adanya alat berat berupa Excavator yang diturunkan di Dukuh Mlawat, Desa Baleadi. Dari rekaman yang diterima, juga mengaku persoalan izin masih dalam proses.
“Iya, wes (sudah) berjalan izinnya. Sambil di awas-awasi ya, (izin) dibawa pihak Krimsus,” katanya.
Lebih lanjut, Dono menjelaskan bahwa terkait persoalan tambang dirinya tidak mau melanggar konstitusi undang-undang, termasuk dalam melangkah juga dengan ranah tidak sembarangan.
“Tinggal lihat prosedurnya, ada tambang itu antara melanggar konstitusi dengan pihak lingkungan menghendaki atau tidak menghendaki, kan gitu tho,” jelasnya.
“Setiap ada tambang, apa ada tandatangan lingkungan, materai, bahkan kayak di foto, kan tidak ada,” Dono menambahkan.
(M/Ytn/red)