Puasa Menuntun Mengevaluasi Diri

Oleh Jacob Ereste

Opini | patrolinusantara.press – Puasa itu menjadi wajib dilakukan sebulan penuh selama bulan ramadhan dapat dipahami sebagai perintah Tuhan untuk melakukan evaluasi diri setelah setahun melakukan aktivitas serta berinteraksi dengan banyak pihak yang mungkin salah, banyak melakukan hal-hal yang tidak baik, bukan hanya kepada orang lain, tetapi juga bagi keluarga, sahabat dan kerabat serta saudara maupun terhadap diri kita sendiri.

Jadi berpuasa itu bertujuan untuk lebih meningkatkan ketangguhan diri agar lebih kuat, disiplin, tabah, sabar, ulet, konsisten, jujur terutama bagi diri sendiri yang diharap berimbas pada sikap dan perilaku kita kepada orang lain. Termasuk kepada institusi, lembaga,  perusahaan, instansi atau organisasi di tempat beraktivitas melakukan sesuatu baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri.

Puasa sebagai cara memasuki wilayah spiritual agar tidak sampai material minded — atau menjadikan materi sebagai berhala — hingga sadar bahwa hidup tidak semata-mata bersifat duniawi, tetapi yang lebih penting adalah dimensi ruhani.

Menahan haus dan rasa lapar itu, agar lebih mudah memahami kondisi orang miskin, sehingga sikap simpati dan murah hati dapat terbuka untuk berbagi kepada mereka yang tidak berpunya. Itulah sebabnya konsepsi zakat perlu dilakukan atas kesadaran dan pemahaman  sendiri, tanpa ada pihak yang dapat memaksa, kecuali perintah dan janji Allah seperti yang diajarkan agama untuk saling berbagi dan berbelas kasih sesamanya. Tak pula ada kecualian untuk mereka yang menganut agama tertentu. Sebab yang lebih penting sikap dan perilaku untuk berbagi itu adalah kepada mereka yang miskin.

Pemahaman cara berbagi kasih serupa ini selaras dengan makna dari rahmatan lil alamin, serta fitrah Allah terhadap manusia sebagai khalifah di muka bumi.

Jadi masalahnya, tinggal bagaimana dari setiap individu atau masing-masing orang sebagai makhluk Tuhan untuk menjaga sekaligus  meningkatkan potensi ilahiah yang dimilikinya agar lebih baik dan berakhlak mulia dari Tuhan saat menciptakan manusia dalam keadaan suci.

Makna suci dari puasa yang acap disebut lebih baik dari seribu bulan ini, menegaskan bahwa berpuasa sebulan penuh pada bulan ramadhan ini sungguh akan mendatangkan banyak manfaat. Karena itu bagi kaum sufi serta pelaku spiritual yang serius, puasa Senin-Kamis atau pada hari-hari tertentu dilakukan tidak kalah serius.  Bahkan ada yang melakoni puasa sepanjang usianya seperti Nabi Daud.

Oleh karena itu, bagi mereka yang sudah berada  pada level hakikat dan makrifat — pemahaman terhadap puasa itu  tidak lagi wajib — tetapi telah menjadi suatu kebutuhan yang harus dan patut dilakukan. Sebab hikmah dari puasa — apalagi pada bulan ramadhan — lailatul qodar pun dijanjikan oleh Allah SWT bagi mereka yang tekun dan khusuk menunaikannya dengan baik dan sempurna. Untuk kemudian pada hari raya, Idul Fitri akan memperoleh kenikmatan serta kebahagiaan yang tidak mampu dilukiskan oleh seorang maestro seniman sekalipun. Karena Tuhan itu pencipta sekaligus pemilik mahakarya yang tiada ada satu pun tandingannya. Dia Esa dan Maha Pencipta. Seperti puasa yang Dia berikan sebagai jalan penuntun untuk mematut dan mengevaluasi diri.

Banten, 17 April 2023

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *