Ritual Lampah Nyadran Demangan di Temanggung

Temanggung | patrolinusantara.press – Ratusan warga Dusun Demangan, Desa Candimulyo, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung memulai ritual lampah, Jumat (10/3/2023). Ya, masyarakat yang mendiami lereng Gunung Sumbing-Sindoro ini hendak menggelar ritual nyadran yang dilaksanakan tepat pada Jumat Kliwon bulan Ruwah.

Mengenakan pakaian beskap Jawa, para sesepuh desa dan perangkat yang mengenakan pakaian adat Jawa berjalan di barisan pertama diikuti ratusan orang di belakangnya yang menyunggi tenong berjumlah ratusan menuju makam Kiai Demang di ujung desa.

Rombongan ini mengular muncul dari gang sempit perkampungan berjalan teratur di antara pematang sawah. Setelah menempuh perjalanan ratusan meter mereka pun sampai di makam dan duduk bersimpuh. Suasana riuh berubah menjadi hening, sebab ritual nyadran akan segera dimulai.

Juru kunci makam Kyai Demang, Romidi (71), memulai prosesi ritual. Lelaki berpakaian beskap Jawa dengan kumis tipis ini lantas mulai membacakan doa-doa dengan cara Islami lalu memberikan wejangan tentang keselarasan hidup dan keharusan menghormati leluhur.

Tak berapa lama usai pembacaan doa, berbagai masakan itu dimakan secara bersama-sama, kembul bujana itu sebagai perwujudan kerukunan warga. Semua yang hadir diwajibkan mencicipi hidangan tersaji. Ada ingkung ayam, berbagai masakan daging kambing, serta sayuran khas pedesaan. Semua masakan itu yang sebelumnya diusung menggunakan tenong.

“Tujuan nyadran adalah untuk menghormati para leluhur, terutama Kiai dan Nyai Demang yang ratusan lalu mbubak alas hingga akhirnya ada padukuhan Demangan yang gemah ripah loh jinawi. Dalam doa, kami meminta ampunan dan keselamatan pada Tuhan Yang Maha Esa, yakni berkah pangestu pandunga wilujeng. Ritual ini sebagai bagian dari nguri-uri budaya tinggalan nenek moyang, jangan sampai tradisi ini hilang,” katanya. 

Dikatakan, prosesi nyadran di Demangan dimulai sejak sepekan lalu. Warga mulai berbelanja berbagai kebutuhan, baik itu bunga-bungaan, lalu untuk makanan, seperti krecek, daging ayam, kambing dan sayuran. 

Masyarakat Demangan masih memegang teguh kepercayaan, yakni uba rampe masakan tidak boleh dicicipi sampai hari H acara Sadranan, pada hari Jumat Kliwon bulan Ruwah atau Rajab. Meski begitu, racikan bumbu-bumbu dapur dari kaum ibu di dusun ini tetap istimewa lezatnya tak kurang rasanya. Dipercaya jika melanggar adat tersebut bisa terjadi bebendu atau mengalami sesuatu hal buruk.   

“Ritualnya ada tiga macam, yakni tahlil bersama di makam, nyadran bersama, lalu lakon suka budaya atau pagelaran wayang kulit, dalangnya khusus yang sudah sepuh, yakni Ki Marlan dari Digelan, Soroyudan, Secang. Lakonnya pun khusus, yaitu ‘Mbangun Candi’. Usai salat Jumat langsung digelar wayang kulit hingga esok hari. Wayang merupakan klangenan Kiai Demang semasa hidup dan ini untuk menghormati beliau,” terangnya.

Wakil Bupati Heri Ibnu Wibowo yang turut hadir dalam acara tersebut mengucapkan selamat nyadran bagi warga Demangan. Ia mengapresiasi tradisi yang masih dipegang kuat oleh masyarakat Demangan.

“Nderek mangayubagyo, sugeng nyadran, semoga apa yang menjadi harapan dapat tercapai, semua diberi kesehatan, keselamatan, kebahagiaan, mendapat rejeki yang barokah, berkah, manfaat dari Allah. Aaamiin,” tandasnya. *MC.TMG*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *