Tuhan Tidak Mungkin Diskriminatif Terhadap Lelaki Maupun Perempuan

Oleh Jacob Ereste

 

OPINI | patrolinusantara.press – Doktor (Daeng) Imam Syamsi Ali, sebagai Presiden Nusantara Foundation menulis dari Jamaica Hills, pada 11 Maret 2023, tentang “Islam Itu Sebagai Penyelamat Bagi Kaum Hawa”.

Saya senang dan bangga sekaligus terkejut, bukan saja karena ada orang Indonesia dari Sulawesi yang bisa dan mampu mewarnai dunia dari negeri orang. Dan kiprah Daeng Imam — tak hanya menjadi diplomat budaya bagi bangsa Indonesia, tapi juga Islam ikut diharumkan olehnya sebagai rachmatan lil alamin — mampu dia buktikan dengan segenap ide dan pemikiran serta sosialitanya  bermasyarakat  dalam tata pergaulan antar bangsa di kancah internasional.

Itulah sebabnya ketika Daeng Imam mudik ke kampung halaman saya sempat merengek mohon jumpa untuk sekedar curhat dan ingin menitip sejumlah gagasan dan harapan untuk Indonesia agar bisa lebih baik, lebih maju dan lebih beradab dari kondisi yang bisa kita rasakan kerusakannya di semua bidang dan sektor kehidupan pada hari ini.

Dalam ketekunan saya mengikuti ide, pikiran dan gagasan Daeng Imam yang jenial dan senantiasa mencerahkan ide serta pemikiran maupun gagasan yang dia publish secara meluas, sungguh saya hadi terperangah pada paparan terbarunya yang berjudul : “Islam Itu Penyelamat Bagi Bagi Kaum Hawa”.

Sekelebat dalam pikiran saya jadi beranggapan, betapa sialnya kaum Adam dibanding kaum Hawa yang terkesan tak mendapat hak untuk diselamatkan oleh Islam. Padahal konsepsi dasar Islam itu menurut keyakinan saya adalah agama penyelamat bagi semua manusia yang mau dan hendak mengikuti bimbingan serta tuntunan Islam yang memang baik dan benar, sebagai agama Samawi yang telah disempurnakan.

Dalam sejarah formalnya gerakan emansipasi wanita memang terlahir di Eropa oleh wanita Eropa yang merasa tidak mendapat perlakuan yang layak sebagai manusia. Tapi di Nusantara — sebelum suku bangsa Nusantara disatukan dalam  Negara Kesatuan Republik  Indonesia (NKRI) hingga merdeka — nenek moyang kami orang pelaut itu — suku bangsa Nusantara– sudah merebut emansipasi dengan cara menjadi Panglima Perang Angkatan Laut (Malahayati, Tjut Nya’ Dhien) bahkan ada juga Rasuna Said, Dewi Sartika bahkan Ratu Balqies dan Kendedes yang kondang dalam sejarah semasa kerajaan berjaya di nusantara, tiada pernah ada cerita cengeng tentang mereka yang menghiba-hiba untuk dan tentang emansipasi yang tak perlu itu. Sebab idealnya konsepsi maupun persepsi kesetaraan itu tak ada perkecualian. Karena kaum wanita itu juga memiliki kelebihan dan keunikan sendiri, seperti yang tidak dimiliki oleh kaum lelaki. Oleh karena itu,  kesan dari judul paparan Daeng Imam “Islam Itu Penyelamat Bagi Kaum Hawa”, kok kesannya Tuhan jadi diskrimitaif begitu ?

Semoga saja artinya tidak linier seperti yang bisa saya pamahi dari paparan yang sudah cukup komprehensif itu. Sebab bila tidak, alangkah malang dan celaka kaum Adam (lelaki) yang terkesan mendapat perkecualian tidak dilindungi oleh Islam, seperti dalam paparan tulisan tersebut. Sedangkan sepemahaman saya Tuhan itu Maha Adil, Maha Bijak, tidak diskriminatif seperti rezim yang zalim. Kecuali itu–  bagi saya — Islam itu pengusung Rabbul Alamin. 

Bahkan makna rahmatan lil alamin itu — tak hanya untuk per jenis kelamin, tetapi juga untuk semua khalifah (manusia) dimuka bumi, tanpa kecuali. Jadi tidak juga diskriminasi untuk manusia yang memeluk agama lain — selain Islam — hingga saya sangat yakin dan percaya Islam akan menjadi agama terdepan di dunia, karena mengusung nilai-nilai yang universal. Sebab yang terpenting — bukan lagi sebutan untuk nama tertentu itu — tetapi yang esensial dan paling substansial adalah ajaran, tuntunan serta segenap petunjuk dari Ilahi Rabbi itu sungguh penting dan utama untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari bagi manusia yang ingin selamat di dunia dan di akherat.

Saya yakin bahwa semua orang antara laki-laki dengan perempuan hanya berbeda dalam jenis kelamin (fisik) tapi tidak lantas berbeda dari kasih sayang Allah SWT. Karena antara yang satu dengan yang lain, sama tidak ada perlakuan diskriminatif antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan dalam hal kejiwaan antara manusia laki-laki dengan manusia perempuan bisa dipahami tidak berada pada wilayah Tuhan, karena perbedaan itu berada pada wilayah manusia yang mendapat perlakuan sama tentang keadilan dari Tuhan.

Dalam equalitas (kesetaraan) antara manusia laki dan manusia perempuan, toh hanya pada wujud kemanusiaannya belaka. Sehingga dalam kehidupan masing-masing memiliki keunikan (kelebihan) dari yang lain. Jadi manusia wanita pun tidak bisa dipandang lebih rendah dari manusia laki-laki, seperti pada masa kegelapan dahulu, sehingga seorang anak perempuan yang lahir harus  dimusnahkan. Di kubur hidup-hidup.

Kesetaraan gender jelas seperti yang diterima Adam dan Siti Hawa  ketika melanggar larangan karena usil memakan buah Kuldi, lalu kedua Kakek dan Nenek umat manusia pertama itu harus memulai mulai babak baru kehidupan di bumi, mendapat hukuman yang sama, tanpa kecuali dan tiada  diskriminasi.

Kisah manusia wanita yang diciptakan dari tulang rusuk kaum lelaki, agaknya sekedar sanepo belaka sebagai isyarat agar kaum wanita mau dibimbing oleh kaum lelaki, dan kaum lelaki pun harus sadar untuk membimbing kaum wanita.

Kemuliaan seorang wanita — sehingga memiliki nilai lebih dibanding kaum lelaki hendaknya bisa dipahami dalam ikatan antara seorang ibu dengan anak-anaknya. Hingga kisah tragis Si Malin Kundang Anak Durhaka dari para leluhur kita dahulu  lebih dari cukup untuk meyakinkan bahwa keutamaan seorang Ibu bagi anak-anaknya sungguh patut dimuliakan. Meski begitu, tidak lantas berarti anak-anak tidak juga perlu memuliakan Bapaknya.

Jadi bukan karena sebagai Bapak — atau pun Datuk dari sejumlah cucu wanitaku yang cantik-cantik itu — tetapi demi Allah sungguh saya sangat yakin Tuhan Yang Maha Adil dan Maha Bijak itu tidak diskrimitatif. Dan tidak hanya ingin menyelamatkan kaum perempuan (Sitti Hawa) seperti yang ditulis Doktor (Daeng) Imam Syamsi Ali yang sangat saya kagumi dan banggakab itu.  Boleh jadi, mungkin karena terlanjur mengagumi banyak wanita yang dominan mulia sepanjang sejarah manusia di bumi, Daeng Imam jadi berlebihan mendedahkan puja-pujinya kepada kaum Hawa.

Banten, 12 Maret 2023

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *